Langsung ke konten utama

Islamisasi Ilmu Pengetahuan - Filsafat Ilmu



Kalimah: Jurnal Filsafat Ilmu

https://aboutsurvivor.blogspot.com/2021/11/islamisasi-ilmu-pengetahuan.html

 

Islamisasi Ilmu Pengetahuan:

Mengembalikan Ilmu pada Worldview Islam

Peni Maulidia Julia Dara

Universitas Darunnajah Jakarta

Email: peni.dara@gmail.com

 

Abstract

Science as fundamental knowledge and must be owned by every human being has values ​​that must be integrated with Islamic teachings. The phenomena of secularism, rationalism, utilitarianism, materialism, and the dichotomy of science where in the development of Western civilization the authenticity, perfection and purity of Islam as the only revealed religion are ignored and abandoned even now starting to color Muslim society and its thoughts are feared to lead to destruction. The contradictions of science in the Islamic and Western perspectives merge and make the boundaries between the two abstract and do not hesitate to be penetrated. Science, which is absolute, becomes a science of doubt that departs from skeptical opinions and does not come from the holder of the authority of science. Therefore, to look at science from an Islamic perspective (Islamic worldview) it is necessary to Islamize knowledge so that the knowledge gained brings peace and does not cause chaos in life. From the existing problems, this paper aims to provide a solution by presenting the concept of Islamization of Science in the view of an Islamic perspective (Islamic worldview). In this study, the researcher used qualitative research with descriptive analysis method based on existing research and library sources.

Keywords: Islamization of science, Islamic worldview, revealed religion, skepticism.

 

Abstrak

Ilmu sebagai pengetahuan yang fundamental dan pasti dimiliki oleh setiap insan memiliki nilai yang harus terintegrasi dengan ajaran Islam. Fenomena sekularisme, rasionalisme, utilitarianisme, materialisme,  dan dikotomis ilmu dimana dalam perkembangan peradaban Barat keautentikan, kesempurnaan dan kemurnian Islam sebagai satu-satunya agama wahyu diabaikan dan ditinggalkan bahkan kini mulai mewarnai masyarakat muslim dan pemikirannya yang dikhawatirkan akan membawa kepada kehancuran. Kontradiksi ilmu dalam perspektif Islam dan Barat melebur dan menjadikan batas diantara keduanya menjadi abstrak dan tidak segan-segan diterobos. Ilmu yang hakikatnya bersifat mutlak menjadi ilmu keragu-raguan yang berangkat dari opini-opini skeptis dan tidak bersumber dari pemegang otoritas ilmu. Oleh karena itu untuk mencermati ilmu dalam pandangan perspektif Islam (worldview Islam) diperlukan islamisasi ilmu pengetahuan agar ilmu yang diperoleh membawa kedamaian dan tidak menimbulkan kekacauan dalam kehidupan. Dari permasalahan yang ada, tulisan ini bertujuan untuk memberikan solusi dengan menyajikan konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam pandangan pandangan perspektif Islam (worldview Islam). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analisis berdasarkan penelitian dan sumber pustaka yang ada.

Kata kunci: islamisasi ilmu pengetahuan, worldview Islam, agama wahyu, skeptis.

 

Islam sebagai agama pembawa kebenaran dan rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin) menjadi sumber pedoman untuk menyelesaikan problematika kehidupan. Namun dalam perkembangannya peradaban Barat yang turun berdasarkan rasio dan panca indra bahkan jauh dari wahyu dan tuntunan Ilahi mulai merasuki tubuh masyarakat muslim. Dengan demikian kelahiran islamisasi ilmu pengetahuan sebagai respon positif atas perkembangan sains modern yang cenderung sekuler dan bebas nilai menjadi hal penting yang perlu dilakukan. Tidak sedikit ilmuwan yang berusaha menghubungkan dan mendamaikan tujuan yang diemban ilmu pengetahuan dengan ajaran agama. Tidak lain ialah Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Syed Hossein Nasr, Ziauddin Sardar, dan lain-lain.[1]

Memang tidak bisa dipungkiri kemajuan dan keberhasilan peradaban Barat telah menghasilkan teknologi yang bermanfaat, namun keberadaannya pula menimbulkan bencana untuk manusia, alam maupun etika. Ilmu pengetahuan yang telah terbaratkan seperti (vivisection) yaitu memotong hidup-hidup hewan dan menyiksanya untuk kepentingan bisnis dan menguji obat-obatan, rasisme dan kolonialisme akibat teori Darwin dan kontadiksi Marvin Perry yang mengatakan ilmu pengetahuan sebagai kemudahan dan juga penghancur alam semesta, demikian  hanya segelintir kerusakan akibat ilmu pengetahuan yang telah terbaratkan (wertenized). Oleh karena itu solusi rusaknya ilmu karena terinfeksi westernisasi hanya dapat diatasi dengan Islamisasi ilmu karena Islam dan Barat memiliki perbedaan prinsip dan diametral.

Seiring dengan perkembangannya muncul teori-teori filsafat yang berusaha menjelaskan eksistensi ilmu sehingga ilmu disifati atas ketidaknetralan dalam arti bebas nilai dan tidak sudah berlangsung lama. Seperti Rene Descartes yang menganggap bahwa rasio sebagai satu-satunya pengetahuan yang terbebas dari unsur-unsur keagamaan seperti wahyu, Tuhan, credo, dan nilai agamis dengan diktumnya cogito ergo sum “aku berpikir maka aku ada”. Lalu muncul filsafat positivisme oleh Auguste Comte dan dalam dunia sains berkembang istilah objektivitas ilmu. Sedangkan dalam pandangan Islam ilmu tidak bebas nilai karena dari waktu ke waktu mengalami naturalisasi yaitu adaptasi berdasarkan budaya, agama, paradigma, dan cara pandang tertentu. Maka sains Barat atau modern yang menyatakan sains itu netral atau bebas ilmu merupakan ketidak sesuaian dengan pandangan Islam.

Menurut al-Attas[2], yang perlu diislamkan adalah ilmu pengetahuan kontemporer atau sains Barat sekarang ini. Berbeda dengan al-Faruqi[3], ia menyebut istilah Islamisasi ilmu pengetahuan dengan Islamization of Knowledge (IOK), yang dalam bahasa Arab disebut Islamiyyātu al-Ma‘rifah yang bermakna bahwa segala disiplin ilmu (baik kontemporer maupun tradisi Islam) harus “diislamkan”. Maka dalam hal ini pendapat al-Attas dan al-Faruqi memiliki tujuan yang sama yaitu membendung arus sekularisasi dan dikotomi ilmu pengetahuan modern, namun dengan jalan yang berbeda sesuai konsep pemikiran mereka masing-masing.

Dengan mengetahui dan menyadari bahwa ilmu pengetahuan tidak netral maka sebagai akibatnya ilmu pengetahuan dinaturalisasikan atau diapropriasikan. Ilmu pengetahuan mengalami naturalisasi karena terjadi akulturasi dari luar terhadap budaya yang berlaku di ranah baru. Melalui proses inilah ilmu tersebut kemudian menjadi terasimilasi secara penuh pada tuntutan-tuntutan kebudayaan negeri tersebut, termasuk agamanya. Seperti yang dilakukan ilmuwan muslim terdahulu, naturalisasi ilmu dilakukan dengan menyerap dan mengadaptasi ilmu-ilmu dari Yunani. Naturalisasi atau "Islamisasi" awal Islam diuraikan pada bagian Sejarah Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

Islamisasi menurut al-Attas adalah pembebasan manusia dari unsur magic, mitologi, animisme, dan tradisi kebudayaan kebangsaan serta dari penguasaan sekular atas akal dan bahasanya. Ini berarti pembebasan akal atau pemikiran dari pengaruh pandangan hidup yang diwarnai oleh kecenderungan sekuler, primordial, dan mitologis. Jadi, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah program epistemologi dalam rangka membangun peradaban Islam. Bukan masalah "labelisasi" seperti Islamisasi teknologi, yang secara peyoratif dipahami sebagai Islamisasi kapal terbang, pesawat radio, hand phone, internet, dan sebagainya. Bukan pula Islamisasi dalam arti konversi yang terdapat dalam pengertian Kristenisasi.[4]

Sementara itu, al-Faruqi dalam karyanya yang berjudul Islamization of Knowledge: General Principles and Workplan (1981) menjelaskan pengertian Islamisasi ilmu sebagai usaha "untuk mengacukan kembali ilmu, yaitu untuk mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikir kembali argumen, dan rasionalisasi yang berhubungan dengan data tersebut, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, membentuk kembali tujuan dan melakukannya dengan memperkaya visi dan perjuangan Islam.[5]

Ide pokok Islamisasi ilmu pengetahuan muncul pada akhir abad ke-20 oleh pelopor atau penggagas ide Islamisasi ilmu pengetahuan modern yang pendapat pendapatnya sering dikutip. Ide Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut merupakan ide arus utama (mainstream) dalam perkembangannya digunakan oleh para ilmuwan berikutnya dalam berbagai karya ilmiah. Ilmuwan tersebut sering meneliti, mengeksplorasi, membandingkan, menghubung-hubungkan, dan mengkritisi ide Islamisasi ilmu pengetahuan, mereka adalah pakar ilmuwan muslim yaitu: (1) Syed Muhammad Naquib Al-Attas; (2) Ismail Raji al-Faruqi; dan (3) Seyyed Hossein Nasr. Selain itu ilmuwan yang mempunyai ide sendiri tentang Islamisasi ilmu yaitu Jaafar Syeikh Idris dan Ziauddin Sardar.

Dari sudut metodologi, al-Faruqi mengemukakan ide Islamisasi ilmunya bersandarkan "prinsip tauhid". Prinsip tauhid ini dikembangkan oleh al-Faruqi menjadi lima macam kesatuan, yaitu (1) kesatuan Tuhan, (2) kesatuan ciptaan, (3) kesatuan kebenaran dan pengetahuan, (4) kesatuan kehidupan, dan (5) kesatuan kemanusiaan.

Dalam menjalankan proses Islamisasi pengetahuan ini, al-Faruqi merumuskan rencana kerja dengan lima tujuan, yaitu:

1.      Penguasaan disiplin ilmu modern;

2.     Penguasaan khazanah warisan Islam;

3.      Membangun relevansi Islam dengan masing-masing disiplin ilmu modern;

4.      Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara kreatif dengan ilmu-ilmu modern;

5.      Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah.

Sedangkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, al Faruqi menyusun 12 langkah yang harus ditempuh sebagai berikut:

1.      Penguasaan disiplin ilmu modern: prinsip, metodologi, masalah, tema dan perkembangannya.

2.      Survei disiplin ilmu.

3.      Penguasaan khazanah Islam: ontologi.

4.     Penguasaan khazanah ilmiah Islam: analisis.

5.      Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu

6. Penilaian secara kritis terhadap disiplin keilmuan modern dan tingkat perkembangannya di masa kini.

7.     Penilaian secara kritis terhadap khazanah Islam dan tingkat perkembangannya dewasa ini.

8.      Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam.

9.     Survei permasalahan yang dihadapi manusia.

10   Analisis dan sintesis kreatif.

11  Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam.

12  Penyebarluasan ilmu yang sudah diislamkan.

Ismail Raji al-Faruqi bersama rekan-rekan lainnya mendirikan Institut Internasional Pemikiran Islam (International Institute of Islamic Thought, IIIT) di Virgina, pada tahun 1981. Lalu menyelenggarakan dan membuat berbagai konferensi, seminar, diskusi, workshop, jurnal, buku, artikel, penelitian, dan usaha-usaha lainnya, ide Islamisasi ilmu pengetahuan dikumandangkan. Salah satu dampak gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan Ismail Raji al-Faruqi adalah berdirinya Universitas Islam Internasional di Malaysia pada tahun 1983.

Al-Faruqi dalam bukunya, ‘Islamisasi Pengetahuan’ mengungkapkan bahwa "Tidak ada harapan akan kebangkitan yang sungguh-sungguh dari ummah kecuali sistem pendidikan diubah dan kesalahan-kesalahannya diperbaiki. Sesungguhnya yang diperlukan bagi sistem itu adalah dibangunnya bentuk yang baru. Dualisme yang sekarang ini dijumpai di dalam pendidikan Muslim, pembagi duaan menjadi sistem Islam dan sistem sekuler harus ditiadakan dengan tuntas."

Dengan demikian Islamisasi Ilmu sebagai respon positif terhadap kekacauan yang terjadi dalam perkembangan ilmu dimana mengambil perspektif Barat dalam dunia pendidikan tidak ada salahnya, namun ilmu atau pengetahuan tersebut harus dikembalikan kepada relevansinya terhadap pandangan Islam (worldview Islam) karena apabila basis atau pijakan ilmu berbeda dari perspektif agamis maka akan menghasilkan pemikiran-pemikiran yang jauh dari nalar agama, liberal, tidak absolut dan bebas nilai. Maka Islamisasi sebagai usaha mengembalikan ilmu pada worldview Islam yaitu usaha mengkaji ilmu pengetahuan kontemporer maupun ilmu islam itu sendiri untuk kembali dikaji dengan mengambalikan ilmu tersebut kepada tokoh ulama muslim yang memiliki otoritas dan bersumber pada ajaran-ajaran Islam .

Referensi

Adian Husaini, Filsafat ilmu Perspektif Barat dan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2013), 237.

Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Naquib al-Attas, (Bandung: Mizan, Cet. 1, 2003), 45-59

Hamid, "Iu Asus Percerahan Peradaban", hlm. 7

Firda Inayah, Kalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam, Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Prinsip Umum dan Rencana Kerja - Ismail Raji’ Al-Faruqi, Universitas Darussalam Gontor. DOI: http://dx.doi.org/10.21111/klm.v18i2.4873



[1] Adian Husaini, Filsafat ilmu Perspektif Barat dan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2013), 237.

[2] Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah ilmuwan berkewarganegaraan Malaysia, lahir di Bogor, Jawa Barat, Indonesia pada 5 September 1931. Ayahnya bernama Syed Ali al-Attas. Pada umur 5 tahun ia pindah ke Malaysia dan pada zaman Jepang ia pindah lagi ke Indonesia dan belajar Bahasa Arab di Pesantren al-Urwah al-Wusqa di Sukabumi. Pendidikan formal ditempuh di English College di Johor, Malaysia, kemudian ke Royal Militery Academi, Sandhurst, Inggris (1955), Kajian Ilmu Sosial di di Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1959). Gelar MA diperoleh di McGill University, Kanada (1962) di bidang Teologi dan Metafisika. Ph. D. Diperoleh di The Scholl of Oriental and Africand Studies, The University of London (1966). Al-Attas menjadi Dekan fakultas Sstra, Universitas Malaya (1968-1970), Dekan Fakultas Sastra, Universitas Kebangsaan Malaysia (1970-1973), Pendiri Institut Bahasa, Kesusastraan dan Kebudayaan Melayu, salah seorang pendiri Universitas Islam antar Bangsa, Malaysia (1987) serta pendiri serta pimpinan International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) 1989 hingga 2001. Al-Attas telah menghasilkan lebih dari 26 judul buku dan 27 artikel ilmiah. Berkat karya ilmiahnya itu ia mendapat penghargaan dari The Imperial Iranian Academy of Philosophy (1975), dari Pakistan atas kajiannya terhadap Igbal serta Pemegang Pertama Kursi Kehormatan al-Ghazali dalam Studi pemikiran Islam. Lihat; Akhmad Rofii Damyati, Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Konsep Metafisika, dalam EL-FURQANIA, Vol. 01, No. 01, (2015), 2-5. Lihat juga; Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Edisi Indonesia, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Naquib al-Attas, (Bandung: Mizan, Cet. 1, 2003), 45-59

[3] Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986) adalah seorang tokoh ilmuwan kontemporer pendiri International Institute of Islamic Thought (IIIT) pada tahun 1980 di Amerika Serikat, sebagai bentuk nyata gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Lihat; Ismail Raji al- Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, Edisi Indonesia, Atlas Budaya Islam, (Bandung: Mizan, 2000), 6. Untuk penjelasan rinci seputar kehidupan al-Faruqi dapat dilihat dalam ulasan tersendiri pada bab II. Untuk penyebutan nama Ismail Raji al-Faruqi dalam pembahasan selanjutnya cukup dengan al-Faruqi.

[4] Hamid, "Iu Asus Percerahan Peradaban", hlm. 7

                          

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Arab dan Indonesia MC Wisuda Strata Satu Angkatan ke-22 STAI Darunnajah

  ·            الخرّيجون والخرّيجات يدخلون القاعة, نرجو من سماحة الحاضرين التكرم بالقيام. ·            نرجو من سماحة الحاضرين التكرّم بالجلوس v   فضيلة المكرّم رئيس مجلس النظّارة لمؤسسة دار النجاح, كياهي الحاج Jamhari Abdul Jalal v   فضيلة المكرّم نائب رئيس مجلس النظارة لمؤسسة دار النجاح, الدكتورندوس كياهي الحاج Musthofa Hadi Chirzin v      فضيلة المكرّم مديرا معاهد دار النجاح الإسلامية :      -  الدكتور كياهي الحاج صفوان مناف          -  كياهي الحاج هاديانتو عارف الماجستر v      فضيلة المكرّم رئيس مؤسّسة دارالنجاح, الأستاذ Fahd Noor الماجستر v      فضيلة المكرّمة رئيسة جامعة دارالنجاح الإسلاميّة جاكرتا, الدكتورة Duna Izfanna v      فضيلة المكرّم رئيس جامعة دارالنجاح الإسلاميّة Bogor , الأستاذ   Ar-rizqi Ihsan الماجستر v      فضيلة المكرّم رئيس جامعة دارالنجاح للعلوم الاقتصادية, الأستاذ Samiyono  الماجستر v   فضيلة المكرّم نائب منسِّق الجامعات الإسلامية الأهلية, الأستاذ الدكتور كياهي الحاج Ahmad Thib Raya v   فضيلة المكرّم كاتم السر لمنسّق الجامعات الإسلام

CONTOH TEKS MC WEBINAR ONLINE

  Webinar Pemikiran dan Peradaban Islam Program Kaderisasi Ulama ke XIV (14) UNIDA Gontor bekerja sama dengan STAI Darunnajah Jakarta Rabu, 3 Februari 2021 Yang terhormat ketua  STAI Darunnajah Al-Ustadzah Duna Izfanna, M.Ed, Psy. Ph.D. -           Yang terhormat wakil ketua 1 STAI Darunnajah Al-Ustadz M. Irfanudin Kurniawan, M. Ag -           Yang terhormat Pemimbing Program Kaderisasi Ulama UNIDA Gontor Al-Ustadz Dr. Agus Budiman. M.Pd -           Yang terhormat pemateri Webinar Pemikiran dan Peradaban Islam Program Kaderisasi Ulama UNIDA Gontor o    Ustadz Mujihat, o    Ustadz Matnur Ritonga, S.H.I, M.Pd o    Ustadz Rahmat Ramadhani Arsyad -           Seluruh Mahasiswa STAI Darunnajah serta hadirin yang berbahagia.   Assalamualaikum wr.wb, بسم الله الرحمن الرحيم... الحمد لله، الحمد لله بارئ النسم وخالق اللوح والقلم، أحمده سبحانه وتعالى علّم الانسان ما لم يعلم، وأشكره على ماأسدى وأنعم، أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له، الربّ الأعز الاكرم، وأشهد أنّ محمد ع